oleh: H.Asrul Hoesein
(Pemerhati Sampah
dan Lingkungan Indonesia)
GeRAK - Masalah tentu tidak bisa
terelakkan dalam hidup kehidupan, karena pada masalahlah terdapat kehidupan
yang sesungguhnya. Pesimisme dan keluhan adalah kewajaran dan masih manusiawi
pada hari ini. Begitu Indonesia terkini "khususnya pasca pilpres"
menjadi topic pembicaraan, maka lebih sering Indonesia dipandang dari sisi
negative, bila melihat dan memperhatikan hiruk-pikuk perpolitikan khususnya. Sepertinya
Indonesia penuh dengan kegagalan, deretan kesemrawutan masalah dan kasus,
khususnya Kasus Korupsi dan pelecehan serta kekurangan yang tanpa habis.
Mengapa kita
lebih suka menfokuskan pada kegagalan sambil mengabaikan kemajuan ? bangsa kita
memiliki stok kasus (masalah) yang luar biasa banyaknya. Apa saja yang kita
bicarakan pasti disana ditemukan masalah, pasti ada kekurangan. Namun tetap
optimis, karena dari masalahlah akan mendapatkan kekuatan dan kebenaran sejati.
Berbicara
kesejahteraan, maka kita dihadapkan dengan kenyataan bahwa jumlah penduduk
dibawah garis kemiskinan pada situasi stag. Berbicara pendidikan, maka kita
dihadapkan dengan kenyataan bahwa hampir 80% siswa Indonesia yang diukur dengan
test of international match and science memiliki skor sangat rendah dan dibawah
minimal. Berbicara tentang kesehatan, maka standar pelayanan kesehatan kita
sangatlah rendah, Berbicara tentang lingkungan hidup, maka situasi kita sangat
memprihatinkan. Berbicara tentang sampah, wow lebih dramatis lagi, seperti
tidak punya solusi. Ironis bukan…!!!!!
Tidak adakah
keberhasilan di republic ini? Ada banyak, tapi ita tidak membicarakan disini.
Saat republic ini didirikan, lebih dari 95% penduduknya buta huruf. Bayangkan
puluhan juta manusia Indonesia sanggup memanggul senjata, sanggup mendorong
revolusi, tapi tidak bisa menulis nama sendiri. Kita buta huruf secara kolosal.
Namun hari ini rakyat Indonesia yang buta huruf tinggal 5-8%, itupun mayoritas
adalah penduduk lanjut usia. Bangsa mana di dunia, yang rakyatnya sebesar dan
setersebar ini, yang bisa memutarbalikkan buta huruf total menjadi melek huruf
total ?. Itu adalah pencapaian luar biasa. Itu adalah prestasi kolektif seluruh
anak bangsa, bukan prestasi satu-dua pemerintahan, tapi akumulasi perjuangan antar
dekade.
Melek huruf
adalah awal keberhasilan. Akses pada pendidikan berkualitas untuk setiap warga
Negara Indonesia adalah janji berikutnya yang harus dilunasi. Saya membayangkan
suatu saat nanti jika kita ditanya tentang apa kekayaan Indonesia, dan jawabannya
bukan lagi melimpahnya minyak, gas, tambang, hutan, dan kekayaan lain. Tapi
jawabnya adalah “manusia atau SDM Indonesia”, pada saat itu menandai bahwa
republic ini, baru mulai masuk era kemajuan.
Ironisnya,
di dalam negeri kita berkeluh kesah, sementara di luar negeri kita dipandang
dengan penuh decak kagum. Indonesia di nilai dunia sebagai negeri yang stabil,
memilik pertumbuhan ekonomi positif, dan mampu bangkit kembali setelah dihantam
krisis keuangan. Prestasi ekonomi Indonesia inilah yang mengundang sebagian
ekonom menempatkan Indonesia dalam kelompok kekuatan baru dunia: BRIIC (Brazil,
Rusia, India, Indonesia, dan China).
Sesungguhnya
kita harus melihat fenomena di Indonesia secara positif. Sudut pandang positif
bisa membulatkan hati kita bahwa kemajuan itu senyatanya terjadi di republic
ini. Dengan kata lain, menilai situasi Indonesia harus juga menilai
membandingkan antara Indonesia sekarang dan Indonesia dulu. Tidak hanya
membandingkan realitas sekarang dengan kondisi ideal, atau dengan Negara lain.
Kita perlu
memperhatikan kemajuan dan keberhasilan. Melihat yang sudah dicapai, tidak
hanya memperhatikan yang belum dicapai. Keseimbangan dan objektivitas bisa
mendorong kita untuk memiliki optimisme. Apalagi bila kita secara cerdas
membedakan antara sikap optimis dan sikap mendukung pemerintah, serta
membedakan sikap kritis dengan sikap pesimistis. Optimis terhadap bangsa
tidaklah mendukung pemerintah. Sikap kritis justru harus dipertahankan, tapi
sikap pesimistis harus dihapus dan jangan takut untuk optimistis.
Optimisme
tersebut hanya “modal awal”. Sikap ini mesti diikuti dengan semangat melakukan
perubahan, pembaruan, dari semua jenjang (level) dan disegala sector
masyarakat. Pandangan positif dan optimis digandakan menjadi pandangan kolektif
seluruh bangsa. Kombinasi antara integritas tinggi para pemimpin dan optimis
kuat menjadi pendorong kemajuan republik ini.
Kita sadar
bahwa, benarlah republik ini dirudung pesimisme. Republik ini mengalami defisit
optimisme, karena ulah sebagian anak bangsa yang sesungguhnya tidak cinta
republiknya. Namun mari kita (harus) rombak semua itu. Pesimisme yang meruyak
dimana-mana harus kita putarbalikkan.
Bersediakah
kita berkaca dan menilai diri sendiri (introsfeksi); Apakah kita sudah bersikap
positif dan optimistis? Jika belum, mari kita bersatu sebagai anak bangsa,
untuk bersama memulai membangun kembali nuansa positif dan optimistis untuk
Indonesia Hebat, agar Indonesia lebih mandiri dan sejahtera. Amin.-(asrul-ppwi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar