GERAKAN RAKYAT ANTI KORUPSI – GeRAK INDONESIA – GERAKAN RAKYAT ANTI KORUPSI – GeRAK INDONESIA – GERAKAN RAKYAT ANTI KORUPSI – GeRAK INDONESIA – GERAKAN RAKYAT ANTI KORUPSI – GeRAK INDONESIA – GERAKAN RAKYAT ANTI KORUPSI – GeRAK INDONESIA

Jumat, 08 Agustus 2014

Optimis Indonesia Hebat



 (Pemerhati Sampah dan Lingkungan Indonesia)
 
GeRAK - Masalah tentu tidak bisa terelakkan dalam hidup kehidupan, karena pada masalahlah terdapat kehidupan yang sesungguhnya. Pesimisme dan keluhan adalah kewajaran dan masih manusiawi pada hari ini. Begitu Indonesia terkini "khususnya pasca pilpres" menjadi topic pembicaraan, maka lebih sering Indonesia dipandang dari sisi negative, bila melihat dan memperhatikan hiruk-pikuk perpolitikan khususnya. Sepertinya Indonesia penuh dengan kegagalan, deretan kesemrawutan masalah dan kasus, khususnya Kasus Korupsi dan pelecehan serta kekurangan yang tanpa habis. 

Mengapa kita lebih suka menfokuskan pada kegagalan sambil mengabaikan kemajuan ? bangsa kita memiliki stok kasus (masalah) yang luar biasa banyaknya. Apa saja yang kita bicarakan pasti disana ditemukan masalah, pasti ada kekurangan. Namun tetap optimis, karena dari masalahlah akan mendapatkan kekuatan dan kebenaran sejati.

Berbicara kesejahteraan, maka kita dihadapkan dengan kenyataan bahwa jumlah penduduk dibawah garis kemiskinan pada situasi stag. Berbicara pendidikan, maka kita dihadapkan dengan kenyataan bahwa hampir 80% siswa Indonesia yang diukur dengan test of international match and science memiliki skor sangat rendah dan dibawah minimal. Berbicara tentang kesehatan, maka standar pelayanan kesehatan kita sangatlah rendah, Berbicara tentang lingkungan hidup, maka situasi kita sangat memprihatinkan. Berbicara tentang sampah, wow lebih dramatis lagi, seperti tidak punya solusi. Ironis bukan…!!!!!

Tidak adakah keberhasilan di republic ini? Ada banyak, tapi ita tidak membicarakan disini. Saat republic ini didirikan, lebih dari 95% penduduknya buta huruf. Bayangkan puluhan juta manusia Indonesia sanggup memanggul senjata, sanggup mendorong revolusi, tapi tidak bisa menulis nama sendiri. Kita buta huruf secara kolosal. Namun hari ini rakyat Indonesia yang buta huruf tinggal 5-8%, itupun mayoritas adalah penduduk lanjut usia. Bangsa mana di dunia, yang rakyatnya sebesar dan setersebar ini, yang bisa memutarbalikkan buta huruf total menjadi melek huruf total ?. Itu adalah pencapaian luar biasa. Itu adalah prestasi kolektif seluruh anak bangsa, bukan prestasi satu-dua pemerintahan, tapi akumulasi perjuangan antar dekade.
Melek huruf adalah awal keberhasilan. Akses pada pendidikan berkualitas untuk setiap warga Negara Indonesia adalah janji berikutnya yang harus dilunasi. Saya membayangkan suatu saat nanti jika kita ditanya tentang apa kekayaan Indonesia, dan jawabannya bukan lagi melimpahnya minyak, gas, tambang, hutan, dan kekayaan lain. Tapi jawabnya adalah “manusia atau SDM Indonesia”, pada saat itu menandai bahwa republic ini, baru mulai masuk era kemajuan.

Ironisnya, di dalam negeri kita berkeluh kesah, sementara di luar negeri kita dipandang dengan penuh decak kagum. Indonesia di nilai dunia sebagai negeri yang stabil, memilik pertumbuhan ekonomi positif, dan mampu bangkit kembali setelah dihantam krisis keuangan. Prestasi ekonomi Indonesia inilah yang mengundang sebagian ekonom menempatkan Indonesia dalam kelompok kekuatan baru dunia: BRIIC (Brazil, Rusia, India, Indonesia, dan China).

Sesungguhnya kita harus melihat fenomena di Indonesia secara positif. Sudut pandang positif bisa membulatkan hati kita bahwa kemajuan itu senyatanya terjadi di republic ini. Dengan kata lain, menilai situasi Indonesia harus juga menilai membandingkan antara Indonesia sekarang dan Indonesia dulu. Tidak hanya membandingkan realitas sekarang dengan kondisi ideal, atau dengan Negara lain.

Kita perlu memperhatikan kemajuan dan keberhasilan. Melihat yang sudah dicapai, tidak hanya memperhatikan yang belum dicapai. Keseimbangan dan objektivitas bisa mendorong kita untuk memiliki optimisme. Apalagi bila kita secara cerdas membedakan antara sikap optimis dan sikap mendukung pemerintah, serta membedakan sikap kritis dengan sikap pesimistis. Optimis terhadap bangsa tidaklah mendukung pemerintah. Sikap kritis justru harus dipertahankan, tapi sikap pesimistis harus dihapus dan jangan takut untuk optimistis.

Optimisme tersebut hanya “modal awal”. Sikap ini mesti diikuti dengan semangat melakukan perubahan, pembaruan, dari semua jenjang (level) dan disegala sector masyarakat. Pandangan positif dan optimis digandakan menjadi pandangan kolektif seluruh bangsa. Kombinasi antara integritas tinggi para pemimpin dan optimis kuat menjadi pendorong kemajuan republik ini.

Kita sadar bahwa, benarlah republik ini dirudung pesimisme. Republik ini mengalami defisit optimisme, karena ulah sebagian anak bangsa yang sesungguhnya tidak cinta republiknya. Namun mari kita (harus) rombak semua itu. Pesimisme yang meruyak dimana-mana harus kita putarbalikkan.
Bersediakah kita berkaca dan menilai diri sendiri (introsfeksi); Apakah kita sudah bersikap positif dan optimistis? Jika belum, mari kita bersatu sebagai anak bangsa, untuk bersama memulai membangun kembali nuansa positif dan optimistis untuk Indonesia Hebat, agar Indonesia lebih mandiri dan sejahtera. Amin.-(asrul-ppwi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komisi Pemberantasan Korupsi

Berita Populer GeRAKnews

LPSE DKI Jakarta

LPSE Kabupaten Tangerang

LKPP : Sistem Informasi Pengadaan

LKPP : Pengumuman Lelang Nasional

LKPP : Standar Dokumen Pengadaan

LKPP : E_Katalog

LKPP : Monitoring Pengadaan Barang/Jasa

LKPP : Whistleblowing System