Komisi Pemberantasan Korupsi, atau disingkat menjadi KPK,
adalah komisi di Indonesia yang dibentuk pada tahun 2003 untuk mengatasi,
menanggulangi dan memberantas korupsi di Indonesia. Komisi ini didirikan berdasarkan kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun
2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pada periode 2011-2015 KPK dipimpin oleh Ketua KPK Abraham
Samad, bersama 4 orang wakil ketuanya, yakni Zulkarnain, Bambang Widjojanto, Busyro
Muqoddas, dan Adnan Pandu Praja.[1]
Sejarah Lembaga Pemberantasan Korupsi di Indonesia
Kabinet Djuanda
Di masa Orde
Lama, tercatat dua kali dibentuk badan pemberantasan korupsi. Yang pertama,
dengan perangkat aturan Undang-Undang
Keadaan Bahaya, lembaga ini disebut Panitia Retooling Aparatur Negara
(Paran). Badan ini dipimpin oleh A.H.
Nasution dan dibantu oleh dua orang anggota, yakni Profesor
M. Yamin dan Roeslan Abdulgani. Kepada Paran inilah
semua pejabat harus menyampaikan data mengenai pejabat tersebut dalam bentuk
isian formulir yang disediakan. Mudah ditebak, model perlawanan para pejabat
yang korup pada saat itu adalah bereaksi keras dengan dalih yuridis bahwa
dengan doktrin pertanggungjawaban secara langsung kepada Presiden, formulir itu
tidak diserahkan kepada Paran, tapi langsung kepada Presiden. Diimbuhi dengan
kekacauan politik, Paran berakhir tragis, deadlock, dan akhirnya
menyerahkan kembali pelaksanaan tugasnya kepada Kabinet
Djuanda.
Operasi Budhi
Pada 1963, melalui Keputusan Presiden No.
275 Tahun 1963, pemerintah menunjuk lagi A.H.
Nasution, yang saat itu menjabat sebagai Menteri
Koordinator Pertahanan dan Keamanan/Kasab, dibantu oleh Wiryono Prodjodikusumo
dengan lembaga baru yang lebih dikenal dengan Operasi Budhi. Kali ini
dengan tugas yang lebih berat, yakni menyeret pelaku korupsi ke pengadilan
dengan sasaran utama perusahaan-perusahaan negara serta lembaga-lembaga negara
lainnya yang dianggap rawan praktek korupsi dan kolusi.
Lagi-lagi
alasan politis menyebabkan kemandekan, seperti Direktur Utama Pertamina
yang tugas ke luar negeri dan direksi lainnya menolak karena belum ada surat
tugas dari atasan, menjadi penghalang efektivitas lembaga ini. Operasi ini juga
berakhir, meski berhasil menyelamatkan keuangan negara kurang-lebih Rp 11
miliar. Operasi Budhi ini dihentikan dengan pengumuman pembubarannya oleh Soebandrio
kemudian diganti menjadi Komando Tertinggi Retooling Aparat Revolusi (Kontrar)
dengan Presiden Soekarno
menjadi ketuanya serta dibantu oleh Soebandrio
dan Letjen
Ahmad Yani. Bohari pada tahun 2001 mencatatkan bahwa seiring dengan lahirnya lembaga ini,
pemberantasan korupsi pada masa Orde Lama pun kembali masuk ke jalur lambat, bahkan
macet.
Orde Baru
Pada masa
awal Orde Baru, melalui pidato kenegaraan pada 16 Agustus
1967, Soeharto
terang-terangan mengkritik Orde Lama, yang tidak mampu memberantas korupsi dalam
hubungan dengan demokrasi yang terpusat ke istana. Pidato itu seakan memberi
harapan besar seiring dengan dibentuknya Tim Pemberantasan
Korupsi (TPK), yang diketuai Jaksa Agung. Namun, ternyata ketidakseriusan
TPK mulai dipertanyakan dan berujung pada kebijakan Soeharto untuk menunjuk Komite
Empat beranggotakan tokoh-tokoh tua yang dianggap bersih dan berwibawa,
seperti Prof Johannes, I.J. Kasimo, Mr Wilopo, dan A. Tjokroaminoto, dengan
tugas utama membersihkan Departemen Agama, Bulog, CV Waringin, PT Mantrust, Telkom, Pertamina,
dan lain-lain.
Empat tokoh
bersih ini jadi tanpa taji ketika hasil temuan atas kasus korupsi di Pertamina,
misalnya, sama sekali tidak digubris oleh pemerintah. Lemahnya posisi komite
ini pun menjadi alasan utama. Kemudian, ketika Laksamana Sudomo
diangkat sebagai Pangkopkamtib, dibentuklah Operasi Tertib (Opstib)
dengan tugas antara lain juga memberantas korupsi. Perselisihan pendapat
mengenai metode pemberantasan korupsi yang bottom up atau top down
di kalangan pemberantas korupsi itu sendiri cenderung semakin melemahkan
pemberantasan korupsi, sehingga Opstib pun hilang seiring dengan makin
menguatnya kedudukan para koruptor di singgasana Orde Baru.
Era Reformasi
Di era
reformasi, usaha pemberantasan korupsi dimulai oleh B.J.
Habibie dengan mengeluarkan UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme berikut
pembentukan berbagai komisi atau badan baru, seperti Komisi
Pengawas Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN), KPPU, atau Lembaga Ombudsman.
Presiden berikutnya, Abdurrahman Wahid, membentuk Tim
Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) melalui Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2000. Namun, di tengah semangat menggebu-gebu untuk
memberantas korupsi dari anggota tim ini, melalui suatu judicial review Mahkamah Agung, TGPTPK akhirnya
dibubarkan dengan logika membenturkannya ke UU Nomor 31 Tahun 1999. Nasib
serupa tapi tak sama dialami oleh KPKPN, dengan dibentuknya Komisi
Pemberantasan Korupsi, tugas KPKPN melebur masuk ke dalam KPK, sehingga KPKPN
sendiri hilang dan menguap. Artinya, KPK-lah lembaga pemberantasan korupsi
terbaru yang masih eksis.[2]
Fungsi dan Tugas Komisi Pemberantasan Korupsi
Komisi
Pemberantasan Korupsi, mempunyai tugas [3]:
- Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;
- Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;
- Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi;
- Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan
- Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.
Dalam melaksanakan tugas koordinasi, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang :
- Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi;
- Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi;
- Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait;
- Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; dan
- Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.
Daftar Ketua KPK
No
|
Nama
|
Mulai Jabatan
|
Akhir Jabatan
|
1
|
2003
|
2007
|
|
2
|
2007
|
2009
|
|
3
|
2009
|
2010
|
|
4
|
2010
|
2011
|
|
5
|
2011
|
2015
|
KPK di bawah Taufiequrachman Ruki (2003-2007)
Pada tanggal
16 Desember 2003, Taufiequrachman Ruki, seorang alumni Akademi Kepolisian (Akpol) 1971, dilantik
menjadi Ketua KPK. Di bawah kepemimpinan Taufiequrachman Ruki, KPK hendak
memposisikan dirinya sebagai katalisator (pemicu) bagi aparat dan institusi
lain untuk terciptanya jalannya sebuah "good and clean governance"
(pemerintahan baik dan bersih) di Republik Indonesia. Sebagai seorang mantan
Anggota DPR RI dari
tahun 1992 sampai 2001, Taufiequrachman walaupun konsisten mendapat kritik dari
berbagai pihak tentang dugaan tebang pilih pemberantasan korupsi.
Taufiequrachman
juga menyampaikan bahwa pembudayaan etika dan integritas antikorupsi harus
melalui proses yang tidak mudah, sehingga dibutuhkan adanya peran pemimpin
sebagai teladan dengan melibatkan institusi keluarga, pemerintah, organisasi
masyarakat dan organisasi bisnis.
Pada tahun
2007 Taufiequrachman Ruki digantikan oleh Antasari
Azhar sebagai Ketua KPK. Sekarang sejak Desember 2011, KPK
diketuai oleh Abraham Samad
KPK di bawah Antasari Azhar (2007-2009)
Kontroversi
Antasari Azhar saat menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan
(2000-2007)yang gagal mengeksekusi Tommy Soeharto tidak menghalangi
pengangkatannya menjadi Ketua KPK setelah berhasil mengungguli calon lainnya
yaitu Chandra M. Hamzah dengan
memperoleh 41 suara dalam pemungutan suara yang dilangsungkan Komisi III DPR. Kiprahnya
sebagai Ketua KPK antara lain menangkap Jaksa Urip Tri Gunawan dan Artalyta
Suryani dalam kaitan penyuapan kasus BLBI Syamsul Nursalim.
Kemudian juga penangkapan Al Amin Nur Nasution
dalam kasus persetujuan pelepasan kawasan Hutan
lindung Tanjung Pantai Air Telang, Sumatera
Selatan. Antasari juga berjasa menyeret Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI)
Aulia Tantowi Pohan yang juga merupakan besan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
ke penjara atas kasus korupsi aliran dana BI. Statusnya sebagai tersangka dalam
kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 4 Mei
2009 memberhentikan dari jabatannya sebagai ketua KPK.
KPK di bawah Tumpak Hatorangan Panggabean (Pelaksana
Tugas) (2009-2010)
Mantan
Komisaris PT Pos Indonesia, Tumpak Hatorangan Panggabean terpilih menjadi
pelaksana tugas sementara Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)dan dilantik
pada 6 Oktober 2009 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.Serta ditetapkan
berdasarkan Perppu nomor 4 tahun 2009 yang diterbitkan pada 21 September
2009.Pengangkatannya dilakukan untuk mengisi kekosongan pimpinan KPK setelah
ketua KPK Antasari Azhar dinonaktifkan dan diberhentikan akibat tersangkut
kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen.Dibawah masanya memang KPK berhasil menetapkan
bekas Menteri Sosial (Mensos) Bachtiar Chamsyah sebagai tersangka
dalam kasus dugaan korupsi pengadaan mesin jahit dan impor sapi. Selain
itu, KPK juga berhasil menetapkan Gubernur Kepulauan Riau (Kepri), Ismet
Abdullah sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan mobil kebakaran.
Tapi beberapa kasus masih mandek penanganannya, misalnya saja, kasus Bank
Century, membuat penilaian bahwa lembaga itu mulai melempem.Pada tanggal 15
Maret 2010 beliau diberhentikan dengan Keppres No. 33/P/2010 karena perpu
ditolak oleh DPR.
KPK di bawah Busyro Muqoddas (2010-2011)
M. Busyro
Muqoddas, S.H, M.Hum dilantik
dan diambil sumpah oleh Presiden RI pada 20 Desember
2010 sebagai ketua KPK menggantikan Antasari
Azhar. Sebelumnya, Busyro merupakan ketua merangkap anggota Komisi Yudisial RI
periode 2005-2010. Pada saat sebagai ketua sangat sering mengkritik DPR , yang
terakhir terkait hedonisme para anggota DPR. Pada pemilihan pimpinan KPK
tanggal 2 Desember 2011 beliau "turun pangkat" menjadi waki ketua
KPK. Busyro hanya memperoleh 5 suara dibandingan Abraham Samad yang memperoleh
43 suara. Serah terima jabatan dan pelantikan dilaksanakan pada 17 Desember
2011.
KPK di bawah Abraham Samad (2011-2015)
DR. Abraham
Samad SH. MH
menggantikan Busyro Muqoddas sebagai ketua KPK selanjutnya. Pada
tanggal 3 Desember 2011 melalui voting pemilihan Ketua KPK oleh 56 orang dari
unsur pimpinan dan anggota Komisi III asal sembilan fraksi DPR, Abraham
mengalahkan Bambang Widjojanto dan Adnan Pandu Praja.
Abraham memperoleh 43 suara, Busyro Muqoddas 5 suara, Bambang Widjojanto 4
suara, Zulkarnain 4 suara, sedangkan Adnan 1 suara. Ia dan jajaran pimpinan KPK
yang baru saja terpilih, resmi dilantik di Istana
Negara oleh Presiden SBY pada tanggal 16 Desember 2011. Lima pimpinan KPK
periode 2011-2015 adalah Abraham Samad, Bambang Widjodjanto,
Zulkarnaen, Adnan Pandu Pradja, dan Busyro
Muqoddas. Beberapa kasus yang mencuat saat Abraham samad memimpin adalah
Kasus Korupsi Wisma Atlet, Kasus Korupsi Hambalang, Kasus Gratifikasi Impor
Daging Sapi, Kasus Gratifikasi SKK Migas, Kasus Pengaturan Pilkada Kabupaten Lebak.
Beberapa orang yang ditangkap/ditahan/dituntut KPK diantaranya adalah: Andi
Malarangeng, Muhammad Nazaruddin, Angelina
Sondakh, Anas Urbaningrum, Akil
Mochtar, Ratu Atut Chosiyah, Ahmad
Fathanah, Luthfi Hasan Ishaq, Rudi
Rubiandini, dll.
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
H.Asrul Hoesein (Green Indonesia Foundation) Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar